Senin, 06 November 2017

Cinta Kemanusiaan

Cinta Kemanusiaan

Membayangkan sebuah kedamaian dan kebaikan social dalam hidup merupakan tatanan ideal. Jika kedamaian social merupakan sebuah tindakan, maka tentunya ada ia memiliki sumber gagasan dan kekuatan.

Dari titik ini, menarik hukum kekekalan energi yang dikenalkan James Prescott Joule yang mengatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, kecuali hanya dapat berpindah dari satu bentuk ke bentuk lain. Jika hukum kekekalan energi ini tidak terbantahkan, maka sumber kekuatan kebaikan universal pun berasal dari satu titik energi yang sama nilai universalitasnya dan berbanding lurus arah kebaikannya.   

Energi yang abadi dan berakumulasi kepada kebaikan itu, tidakkah itu energi cinta yang berasal dari naluri alami manusia secara universal. Lantas, bagaimana melakukan sebuah kebaikan universal dan gerakan moral hanya dengan bermodalkan cinta semata? Bagaimana arah gerak energi itu dalam mengkonsolidasi diri merubah tatanan kehidupan? Terlebih lagi itu seolah kontradiksi, di satu sisi cinta merupakan sebuah sikap yg emosional dan personal, sedangkan perubahan tatanan kehidupan bersipat intelektual dan ilmiah.. 

Bagaimana bentuk gerakan dengan basis cinta? Apa pijakannya??
Sekilas tampak merupakan ironi dan bahkan seperti komedi klasik yang menggelikan.. tapi semua cibiran itu hanya akan menjadi bunyi-bunyian nyaring tanpa makna jika ia menyadari fakta sejarah gerakan ahimsa-nya Mahatma Ghandi, politik anti Apartheidnya Nelson Mandela, Kosmopolitanisme universalnya Gusdur, bahkan gerakan tauhid sebagai teologi pembebasannya Muhammad saw. sebagai inspirasi gerakan moral yang digandrungi selama 14 abad yang lalu.

Jika ditarik titik temu antara hukum kekekalan energi dengan fakta sejarah di atas, maka dapat ditarik satu bandul yang sama, yakni segala gerakan moral dan gerakan intelektual yang terjadi merupakan varian ekspresi positif dari perpindahan energy abadi dalam hidup ini. Selama hidup ini ada, selama itu pula ia aka nada. Di situlah letak kekalnya, ia akan menjadi cita-cita ideal untuk segala zaman, melampaui positivism pengetahuan, atau gerakan politik aliran yang sangat temporer.

Jika energi cinta (mahabbah) merupakan sebuah energi besar, maka tidak mustahil hal ini akan menjadi inspirasi bagi gagasan-gagasan dan gerakan besar. Tentunya ini pun yang terus dijaga oleh para asketis, bahkan diwujudkan melalui tasawuf sebagai sebuah kritik social.
Dengan menelisik akar nalarnya, madzhab mahabbah merupakan dorongan untuk melakukan kejujuran, kebijaksanaan, kesederhanaan, keikhlasan, bahkan menjadi inspirasi perlawanan terhadap kedzaliman, keangkuhan, karena pada dasarnya ia baik dan bergerak menuju hal-hal yang baik, fitrah, positif.

Jika mahabbah kawin siri dengan kenikmatan, maka ia jadi berhala. Jika mahabbah berselingkuh dengan keangkuhan, maka ia hanyalah perbudakan dan kedzaliman. Jika mahabbah inkar dari ketuhanan, maka ia hanyalah kemusyrikan. Jika mahabbah bersekongkol dengan kepentingan, maka ia hanyalah kemunafikan.

Dengan paradigma di atas, maka resolusi 24 ini adalah madzhab cinta tanfa syarat, hadir sebagai fitrah dari sumber ketitakterbatasan Tuhan, berekspresi melalui media kehidupan. Cinta tanpa syarat merupakan cinta akan kehidupan, cinta akan kematian, cinta akan kebijaksanaan, cinta akan semangat juang, cinta akan karya-karya besar, cinta akan hokum proses, cinta akan kenyataan, cinta akan cobaan, dan cinta kepada siapapun dan apapun sebagai wujud dari cinta kepada Tuhan dalam kehidupan. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar